Cari Blog Ini



Allah Telah Menjanjikan Kepada Orang-Orang Yang Beriman Dan Mengerjakan Amal Sholeh Untuk Menjadikan Mereka Sebagai Khalifah Di Muka Bumi Ini Sebagaimana Ia Telah Menjadikan Orang-Orang Sebelum Mereka Sebagai Khalifah, Menyebarkan Bagi Mereka Agama Yang Telah DiredhoiNya Untuk Mereka Secara Merata Dan Menggantikan Ketakutan Mereka Dengan Rasa Keamanan (sehingga) Mereka Dapat Menyembah-Ku Dan Tidak MenyekutukanKu. Barangsiapa Engkar Setelah Itu, Merekalah Orang-Orang Yang Fasiq-An-Nur : 56


Wahai Orang-Orang Yang Beriman Barangsiapa Dari Kalian Berpaling (murtad) Dari Agamanya Maka Allah SWT Akan Memunculkan Sekelompok Kaum Yang Dia Cinta Mereka Dan Mereka Juga MencintaiNya -Al-Maidah :54


Ternyata Sekarang Ini Dunia Telah Dipenuhi Dengan Pemimpin Zalim Baik Dari Negara Kafir Mahupun Dalam Negara Muslim Sendiri...


Namun Masanya Sudah Hampir Tiba, Dunia Akan Diwarisi Oleh Hamba-Hamba Tuhan Yang Sholeh. Dia Akan Memenuhi Dunia Dengan Keadilan Setelah Dunia Ini Dipenuhi Dengan Kezaliman Para Pemimpin..




Penyelamat Umat Itu bakal Datang tidak lama lagi...!!!

PeNGiKuT NaN SeTia..

Khamis, 22 Julai 2010

Al Kisah Pelayaran yang keEmpat..


..Aduhai kawan-kawan, ketika aku kembali ke Baghdad dan kepada keluarga dan kawan-kawan serta sahabat-sahabat, aku menjalani hidup yang paling bahagia, senang, nikmat, dan lupa pada apa yang pernah kualami, kerana aku mendapatkan banyak keuntungan dan tenggelam dalam kegembiraan di tengah kawan-kawan dan sahabat.

    Demikianlah aku menjalani kehidupan yang paling menyenangkan hingga jiwaku resah mendorongku untuk mengadakan perjalanan ke negeri-negeri asing, dan aku merasakan kerinduan untuk bertemu dengan bangsa-bangsa lain untuk berdagang dan mendapatkan keuntungan.

    Setelah membulatkan hati, aku membeli barang-barang berharga, yang sesuai untuk perjalanan laut, dan, mengemas banyak bungkusan dari biasanya, aku memulai perjalanan dari Baghdad ke Basrah, di mana aku menaikkan bungkusan-bungkusanku ke atas kapal dan belayar bersama beberapa pedagang besar di kota itu.

    Kami memulai perjalanan kami dan belayar, dengan rahmat Tuhan yang Maha Kuasa, di laut, dan perjalanan itu menyenangkan, sementara kami terus belayar, selama bermalam-malam dan berhari-hari, dari laut ke laut dan dari pulau ke pulau hingga suatu hari angin yang berlawanan menyerang kami.

    Maka nakhoda membuang sauh, dan mengusahakan agar tidak bergerak, kerana khuatir kapal akan tenggelam di tengah laut. Sementara kami berdoa memohon kepada Allah yang Maha Kuasa, tiba-tiba badai yang hebat menerpa kami, mengoyakkan layar, dan melemparkan orang-orang, dengan seluruh bungkusan, perbekalan, dan harta milik mereka, ke dalam laut.

    Akupun tenggelam seperti yang lainnya. Aku menjaga diriku agar tetap terapung setengah hari itu, dan ketika aku hampir putus asa, Allah yang Maha Kuasa mempertemukan aku dengan sebatang papan kayu dari kapal, dan aku bersama dengan beberapa pedagang lainnya menaikinya, dan kami mengayuhnya dengan kaki kami, dengan bantuan angin dan gelombang, selama sehari semalam.

    Menjelang siang pada hari berikutnya, angin bertiup keras, dan gelombang naik, melemparkan kami ke sebuah pulau, dalam keadaan hampir mati kerana kurang tidur, kelelahan, kelaparan, kehausan dan ketakutan.

    Kami berjalan sepanjang pantai pulau itu dan mendapati banyak sekali tumbuh-tumbuhan, yang kami makan sedikit untuk menghilangkan rasa lapar dan menguatkan tubuh. Kami bermalam di pantai, dan ketika hari terang, kami bangkit dan menjelajahi pulau itu ke kanan dan ke kiri hingga kami melihat sebuah bangunan di kejauhan.

    Kami berjalan mendatangi bangunan itu dan terus berjalan sampai kami berdiri di depan pintunya. Sementara kami berdiri di sana, keluarlah sekelompok lelaki telanjang yang tanpa berbicara kepada kami, menangkap kami dan membawa kami menghadap raja mereka.

    Dia memerintahkan kami untuk duduk, lalu meraka membawakan kami makanan yang aneh, yang belum pernah kami lihat sepanjang hidup kami. Perutku tidak mahu menerima makanan itu, dan tidak seperti kawan-kawanku, aku menolak untuk memakannya, dan penolakanku itu, atas pertolongan Tuhan yang Maha Kuasa, menjadi penyebab aku tetap hidup hingga sekarang.

    Sebab ketika kawan-kawanku memakan makanan itu, mereka menjadi pening, seperti orang gila, dan keadaan mereka berubah. Lalu orang-orang membawakan mereka minyak kelapa, dan memberikannya pada mereka untuk diminum dan meminyaki mereka. Ketika mereka meminum minyak itu, mata mereka berputar di kepala mereka, dan mereka terus memakan makanan yang luar biasa banyaknya.

    Ketika aku melihat mereka dalam keadaan begitu, aku merasa bingung dan kasihan pada mereka, dan aku mulai khuatir dan ketakutan sendiri pada orang-orang telanjang itu. Aku memandang mereka dengan cermat dan menyedari bahawa mereka adalah orang-orang Magia dan bahawa raja di kota mereka adalah Jin.

    Setiap kali orang datang ke negeri mereka, atau mereka melihatnya atau kebetulan bertemu dengan mereka di lembah atau di jalan, mereka membawanya menghadap raja mereka, memberinya makanan itu untuk dimakan dan meminyaki mereka dengan minyak itu, sehingga perutnya akan mengembang.

    Lalu mereka akan memberinya makan lebih banyak lagi untuk dimakan dan lebih banyak minyak untuk diminum, dan ketika mereka menjadi gemuk, mereka menyembelihnya, memanggangnya, dan memberikannya pada raja mereka untuk dimakan, sementara mereka sendiri memakan daging itu tanpa memanggangnya atau memasaknya.

    Ketika aku menyedari situasi itu, aku menjadi sangat khuatir akan diriku sendiri dan juga kawan-kawanku yang dalam keadaan mabuk, tidak mengetahui apa yang akan dilakukan pada diri mereka. Mereka patuh pada orang yang membawa mereka keluar setiap hari dan membiarkan mereka makan rumput di pulau itu, seperti binatang ternak.

    Sementara aku merana dan menjadi kurus kering kerana kelaparan dan ketakutan, dan kulitku keriput di atas tulang-tulangku. Ketika orang-orang Magia itu melihatku dalam keadaan begitu, mereka membiarkanku dan melepaskanku, tak seorangpun yang memperhatikanku, hingga suatu hari aku menemukan jalan untuk menyelinap ke luar dari bangunan itu dan berjalan menjauh.

    Lalu aku melihat seorang gembala duduk di atas sesuatu yang terangkat di tengah laut, dan ketika aku memperhatikannya, aku menyedari bahawa dialah orangnya yang menyuruh mereka untuk membawa kawan-kawanku keluar dan memakan rumput. Bersamanya ada banyak orang lagi yang seperti mereka. Begitu orang itu melihatku, dia tahu bahawa aku masih tetap berakal sihat dan bahawa aku tidak menderita seperti kawan-kawanku.

    Dia memberi tanda padaku dari jauh, mengatakan, Terbaliklah, dan ambil jalan di sebelah kananmu, dan itu akan membawamu ke jalan besar. Aku berbalik, seperti apa yang dikatakannya padaku, menemukan sebuah jalan di sebelah kananku, mulai mengikutinya, kadang-kadang berlari kerana ketakutan, kadang-kadang berjalan lambat, untuk mengatur nafas, dan aku terus mengikuti jalan itu hingga aku lenyap dari pandangan orang yang telah menunjukkan arah itu padaku, dan kami tidak dapat saling melihat lagi.

    Waktu itu, matahari telah tenggelam, dan hari menjadi gelap. Aku duduk untuk beristirehat dan berusaha untuk tidur, tapi aku tidak dapat tidur kerana sangat ketakutan, kelaparan dan keletihan. Ketika malam telah berlalu separuh, aku bangkit dan berjalan-jalan di pulau itu hingga hari terang, dan matahari terbit di atas puncak-puncak perbukitan dan di atas dataran-dataran luas.

    Aku letih, lapar dan haus; maka aku makan daun-daunan dan tanam-tanaman yang ada di pulau itu sampai cukup kenyang untuk menghilangkan rasa laparku. Lalu aku berjalan sepanjang hari dan malam berikutnya, dan setiap kali aku lapar, aku akan makan tanam-tanaman, dan aku terus berjalan selama tujuh hari tujuh malam.

    Pada pagi hari kelapan, kebetulan aku melihat sekilas objek yang kabur di kejauhan. Aku berjalan ke arahnya dan terus berjalan hingga aku sampai di sana, setelah matahari terbenam. Aku berdiri memperhatikannya dari tempat yang agak jauh.

    Masih takut disebabkan apa yang pernah kualami pada kali yang pertama dan kedua, dan mendapati bahawa itu adalah kelompok orang yang sedang mengumpulkan biji lada. Ketika aku mendekati mereka, dan mereka melihatku, mereka bergegas menghampiriku dan, mengelilingiku dari setiap sisi, seraya bertanya padaku, Siapakah engkau, dan dari mana asalmu?

    Aku berkata, Kawan-kawan, aku adalah seorang asing yang malang, dan aku memberitahukan mereka kejadian yang menimpaku dan bagaimana aku telah merasakan penderitaan dan ketakutan. Ketika mereka mendengar kata-kataku, mereka berkata, Demi Tuhan, ini sungguh luar biasa, tapi katakan pada kami bagaimana engkau dapat membebaskan diri dari orang-orang hitam itu dan bagaimana engkau luput dari perhatian mereka, padahal jumlah mereka sangat banyak di pulau ini, dan mereka makan orang?

    Maka aku ceritakan pada mereka apa yang telah terjadi padaku dan bagaimana mereka memberi kawan-kawanku makanan yang tidak kumakan. Mereka menyalamiku dan terhairan-hairan mendengar ceritaku.

    Mereka menyuruhku duduk bersama mereka sampai mereka selesai dengan pekerjaan mereka. Lalu mereka membawakanku makanan yang enak, yang kumakan, kerana aku lapar, dan beristirehat sebentar. Lalu mereka membawaku dan berangkat bersamaku dalam sebuah kapal dan pergi ke pulau mereka dan rumah mereka.

    Di sana, mereka menyuruhku menghadap raja mereka, dan aku memberi hormat padanya, dan dia menyalamiku, memperlakukanku dengan hormat, dan menanyakan padaku tentang keadaanku. Aku ceritakan kepadanya semua yang telah aku alami, dari hari aku meninggalkan Baghdad hingga datang padanya, dan dia, serta semua yang hadir di istananya, terkagum-kagum akan ceritaku.

    Lalu dia memintaku untuk duduk dan memerintahkan membawa makanan, dan aku makan sampai kenyang, mencuci tanganku, dan mengucapkan puji syukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa dan memuji-muji-Nya kerana pertolongan-Nya. Lalu aku berundur dari hadapan raja dan pergi melihat-lihat pemandangan di kotanya dan mendapai bahawa kota itu sangat maju, ramai penduduknya, dan makmur, mempunyai makanan yang berlimpah, pasar-pasar, pembeli dan penjual.

    Aku sangat senang telah datang ke kota itu dan merasa selesa di sana, ketika aku berteman dengan penduduknya bersama dengan raja mereka, menyukai dan menghormatiku bahkan melebihi orang-orang terkemuka di kota itu.

   Aku menyaksikan bahawa semua orang, besar dan kecil, mengenderai kuda-kuda yang bagus, tapi tanpa pelana, dan terhairan-hairan kerananya, maka aku berkata kepada raja, "Tuanku, mengapa anda tidak berkenderaan di atas pelana, sebab itu akan membuat pengenderanya merasa selesa dan dapat mengawal kuda?"






Dia bertanya, "Benda macam apa pelana itu, kerana aku tidak pernah melihat atau menggunakan sepanjang hidupku."

Aku bertanya padanya,"Mahukah anda mengizinkanku untuk membuatkan anda sebuah pelana untuk dinaiki dan menyaksikan kegunaannya?"

Dia berkata, "Baiklah."

Kataku, "Biar mereka ambilkan kayu untukku," dan dia memerintahkan untuk membawakanku segala sesuatu yang yang kuperlukan. Lalu aku meminta dipanggilkan seorang tukang kayu yang mahir dan duduk bersamanya dan menunjukkan padanya konstruksi pelana itu dan bagaimana membuatnya. Lalu aku mengambil kayu, mengetamnya, dan membuatnya menjadi bantal.

    Lalu aku membawa kulit, dan setelah menutupnya pada pelana itu, aku mengecatnya dan memasang tali pengikat dan tali pelana. Setelah itu, aku membawa seorang pandai besi dan menunjukkan padanya bagaimana membuat pijakan kaki yang kuisi dan kulapisi dengan timah dan kulekatkan pinggirannya dengan sutera.

    Lalu aku membawa salah seekor kuda raja yang paling baik, memasangkan pelana padanya, memasangkan pijakan kaki pada pelana itu; memasang tali kekang; dan menuntunnya kepada raja, yang merasa senang melihat pelana itu dan menerimanya dengan penuh terima kasih. Dia duduk di atas pelana dan sangat senang kerananya dan memberiku imbalan yang besar untuk itu.

    Ketika Wazir mengetahui bahawa aku membuat pelana, dia memintaku untuk membuatkannya juga, dan akupun membuatkannya seperti itu. Selain itu, seluruh tokoh terkemuka dan pegawai tinggi mulai minta dibuatkan pelana, dan aku terus membuatnya dan menjualnya, setelah mengajari tukang kayu dan pandai besi bagaimana membuat pelana dan pijakan kaki.

    Dengan cara itu aku mengumpulkan banyak wang, dan sangat dihormati dan dicintai, dan aku tetap menikmati kedudukan tinggi bersama raja dan para pengiringnya, serta tokoh-tokoh terkemuka di kota itu dan para pembesar negara.

    Suatu hari, aku duduk bersama raja, dalam suasana penuh kebahagiaan dan kehormatan, ketika dia berkata padaku, "Engkau dihormati dan dicintai di antara kami, dan engkau telah menjadi satu dengan kami, dan kami tidak dapat berpisah denganmu, juga tidak sanggup membiarkanmu meninggalkan kota ini. Aku ingin engkau mematuhiku dalam satu hal, tanpa melawanku."

    Aku berkata padanya, "Apakah yang diinginkan oleh Yang Mulia dariku, sebab aku tidak dapat menolak kehendak anda, kerana aku berhutang budi kepada anda atas pertolongan, kebaikan, dan kemurahan hati anda, dan, Alhamdulillah, aku telah menjadi salah seorang pelayan anda."

    Katanya, "Aku ingin mengahwinkanmu dengan seorang wanita yang cantik, anggun, dan memikat, seorang wanita yang jelita dan kaya raya, dan engkau akan tinggal bersama kami dan hidup bersamaku di istanaku. Kerana itu, jangan menolak atau berdebat denganku."

    Ketika aku mendengar kata-kata Raja, aku terdiam, sebab aku terlalu malu untuk mengatakan sesuatu. Katanya, "Nah, mengapa engkau tidak menjawab?"

    Aku menyahut, "Tuanku, dan raja zaman ini, andalah yang memerintah." Maka dengan segera dia memanggil hakim dan saksi dan menikahkanku dengan seorang wanita dari kalangan tinggi, keturunan bangsawan, dengan salasilah keluarga yang mulia, sangat cantik, kaya raya, memiliki banyak bangunan dan tempat tinggal.

    Lalu dia memberiku sebuah rumah besar dan indah, yang berdiri sendiri, dan memberiku pelayan-pelayan dan pesuruh-pesuruh, dan dia memberiku gaji dan persediaan makanan. Maka aku hidup dengan sangat nyaman, enak, dan bahagia dan melupakan seluruh keletihan, kesulitan, dan penderitaan yang pernah aku alami.

    Aku berkata pada diriku sendiri, "Jika aku kembali ke negeriku, aku ingin membawanya bersamaku. Tapi apa pun yang ditakdirkan untuk terjadi akan terjadi, dan tak seorang pun mengetahui apa yang menimpanya," sebab aku mencintainya dan dia sangat mencintaiku, dan kami hidup serasi, menikmati kemakmuran dan kebahagiaan.

    Suatu hari, Tuhan yang Maha Kuasa membuat isteri tetanggaku, yang juga salah seorang kawanku, meninggal dunia dan aku pergi mendatanginya untuk mengucapkan belasungkawa kerana kehilangan isterinya dan mendapati dirinya dalam keadaan yang sangat menyedihkan, cemas, letih, dan bingung.

    Aku memberikan hiburan dan mulai menenangkannya, sambil berkata, "jangan menyesali isterimu. Tuhan yang Maha Kuasa akan memberikan ganti kepadamu isteri yang lebih baik dan akan memberimu umur panjang, insya Allah."

Dia meratap dengan sedih, sambil berkata, "Wahai kawanku, bagaimana Tuhan akan memberi ganti seorang isteri yang lebih baik, padahal aku hanya punya satu hari lagi untuk hidup?"

Aku berkata, "kawan, gunakan akalmu dan jangan meramalkan kematianmu sendiri, kerana keadaanmu baik-baik saja dan sihat wal afiat."

Dia berkata, "demi hidupmu, saudaraku, esok engkau akan kehilangan aku dan tidak akan pernah melihatku lagi sepanjang hidupmu."

Aku bertanya, "bagaimana boleh begitu?"

Dia berkata, "hari ini, mereka akan mengubur isteriku dan menguburku bersamanya di pusara, sebab sudah menjadi adat istiadat di negeri kami, ketika isterinya meninggal, sang suami harus dikubur hidup-hidup bersamanya, dan jika suami meninggal, sang isteri harus dikubur hidup-hidup bersamanya, agar salah satu di antara mereka tidak menikmati kehidupan setelah pasangannya meninggal dunia."

Aku berkata padanya, "demi Tuhan, ini adalah adat istiadat yang paling kejam, dan tak seorangpun boleh mematuhinya."

    Sementara kami bercakap-cakap, sebahagian besar masyarakat kota itu datang, mengucapkan belasungkawa mereka atas kematian isteri kawanku dan kematiannya sendiri, dan mulai mempersiapkan almarhum,sesuai dengan adat-istiadat mereka. Mereka membawa peti jenazah dan,setelah meletakkan wanita itu di dalamnya, mengangkatnya dan membawa suaminya bersamanya ke luar kota, hingga mereka sampai di suatu tempat di sebelah gunung di dekat laut.

    Mereka mendatangi sebuah tempat dan mengangkat darinya sebuah batu besar, yang membukakan sebuah sumur berdinding batu.Mereka melemparkan wanita itu ke dalam sumur itu, yang nampaknya menuntun ke sebuah gua yang luas di bawah gunung. Lalu mereka membawa sang suami dan, dengan mengikatkan tali dari serat pohon palem di bawah ketiaknya, menurunkannya ke dalam sumur, dengan sebuah kendi berisi air manis dan tujuh lapis roti.

    Ketika dia sudah dibawah,dia melepaskan tali,dan mereka menariknya ke atas, menutupi mulut sumur dengan batu besar seperti sebelumnya,dan kemudian pergi, meningalkan kawanku bersama isterinya di dalam gua.
Aku berkata pada diriku sendiri, "demi Tuhan, kematian ini lebih buruk daripada yang pertama." Lalu aku pergi menemui raja dan berkata kepadanya, "Tuanku, mengapa anda mengubur orang yang hidup bersama dengan orang mati di negeri ini?"

    Dia menjawab, "sudah menjadi adat-istiadat di negeri kami, jika suami meninggal, isterinya harus dikubur bersamanya, sehingga mereka selalu bersama-sama, dalam kehidupan mahupun kematian. Adat-istiadat ini kami terima dari leluhur kami."

    Aku bertanya kepadanya, "wahai raja abad ini, apakah anda akan memperlakukan orang asing seperti aku sama dengan apa yang anda perlakukan pada orang itu, jika isterinya meninggal?"

    "Ya, kami menguburnya dan memperlakukannya seperti yang engkau lihat. Ketika aku mendengar kata-katanya,aku merasa sakit hati, cemas, rasa kasihan pada diri sendiri, dan bingung kerana takut isteriku akan meninggal sebelum diriku dan mereka menguburku hidup-hidup bersamanya. Lalu aku berusaha mengalihkan perhatian, dengan menyibukkan diri, dan menghibur diriku sendiri, sebab tak seorangpun tahu siapa yang akan mati lebih dulu dan siapa yang akan mengikutinya."

    Tapi tak lama kemudian, isteriku jatuh sakit, dan beberapa hari kemudian meninggal dunia. Hampir semua orang di kota itu datang untuk mengucapkan belasungkawa atas kematiannya kepadaku dan kepada keluarganya. Raja pun datang untuk mengucapkan belasungkawa,sebagaimana adat-istiadat di situ.

    Lalu mereka mendatangkan seorang wanita untuk memandikannya, dan mereka memandikannya dan mendandannya dengan pakaian yang indah dan perhiasan emas, kalung, serta permata. Lalu mereka memasukkan ke dalam peti jenazah dan membawanya ke sisi gunung.

    Setelah menyingkirkan batu dari mulut sumur, mereka melemparkannya ke dalam. Lalu seluruh kawanku dan keluarga isteriku berpaling padaku untuk mengucapkan selamat jalan, sementara aku menangis di antara mereka. "Aku seorang asing, dan aku tidak dapat menjalankan adat-istiadat kalian," kataku.

    Mereka seolah-olah tidak mendengar kata-kataku, dan sambil menarikku, mereka mengikatku dengan paksa dan membiarkanku jatuh ke dalam sumur menuju gua besar di bawah gunung, dengan tujuh lapis roti dan sekendi air manis, sebagaimana adat istiadat mereka. Lalu mereka berkata padaku, "lepaskan dirimu sendiri dari tali ini," tapi aku menolak, dan mereka melemparkan tali itu ke arahku, menutup mulut sumur, dan pergi.

    Aku melihat di dalam gua itu banyak mayat yang mengeluarkan bau busuk dan memualkan, dan aku menyalahkan diriku sendiri atas apa yang telah kulakukan, sambil berbicara sendiri, "demi Tuhan, aku patut mendapatkan semua yang terjadi padaku ini."


Aku tidak dapat membezakan malam dari siang, dan aku mempertahankan diriku dengan makanan yang sangat sedikit, tidak makan sampai aku merasa perutku melilit kelaparan, dan tidak minum sampai aku menjadi amat sangat haus, kerana takut bahawa makanan dan persediaan air yang ada akan habis. Aku berkata pada diriku sendiri:

"Tidak ada kekuatan dan kekuasaan, kecuali di tangan Tuhan yang Maha Kuasa, yang Maha Besar. Apa yang telah menyihirku untuk kahwin di kota ini? Setiap kali aku berkata bahawa aku telah terlepas dari suatu bencana, aku jatuh pada bencana yang lebih buruk. Demi Tuhan, kematian ini benar-benar kematian yang kejam. Kalau saja aku dulu tenggelam di laut atau mati di gunung; itu akan lebih baik daripada kematian yang mengerikan ini."

    Dan aku terus menyalahkan diri sendiri. Lalu aku melemparkan tubuhku ke atas tulang-belulang dari orang-orang yang sudah mati itu, memohon di tengah keputus-asaan, agar Tuhan yang Maha Kuasa mempercepat kematianku, tapi permohonanku tidak terkabul, dan aku tetap berada dalam keadaan begini hingga perutku kelaparan, dan tenggorokanku terbakar kehausan.

    Maka aku berdiri, mencari-cari roti, makan sepotong kecil dan minum seteguk air. Lalu aku berdiri dan mulai menjelajahi gua itu. Aku mendapati bahawa gua itu luas dan kosong, kecuali bahawa lantainya tertutup oleh mayat-mayat dan tulang-belulang yang telah membusuk dari masa yang telah lewat. Aku membuat sendiri sebuah tempat di sisi gua, jauh dari mayat yang masih segar dan pergi tidur di sana.

    Akhirnya bekalku semakin berkurang sampai aku hanya mempunyai sedikit sekali. Pada siang hari, atau lebih dari satu hari, aku makan hanya sepotong kecil dan minum seteguk, kerana khuatir bahawa makanan dan air itu akan habis sebelum kematianku.

    Aku tetap dalam keadaan begini sampai suatu hari, ketika aku sedang duduk sambil memikirkan apa yang akan kulakukan kalau aku sudah kehabisan makanan dan air, batu itu tiba-tiba disingkirkan dari tempatnya, dan cahaya menyinariku. Aku berkata pada diriku sendiri,  "aku ingin tahu apa yang sedang terjadi," dan aku melihat orang-orang berdiri di mulut sumur sedang menurunkan mayat seorang laki-laki dan seorang wanita hidup, meratap dan menangisi dirinya sendiri, dan mereka menurunkan bersamanya makanan dan air.

    Aku terus melihat wanita itu, tanpa dilihat olehnya, sementara mereka menutup mulut sumur dengan batu dan kemudian pergi. Lalu aku mengambil tulang kering dari mayat dan, setelah mendekati wanita itu, memukul pada kepalanya, dan dia jatuh tak sedarkan diri. Aku memukulnya untuk kedua kali dan ketiga kalinya hingga dia mati.

Dia mengenakan pakaian dengan banyak hiasan, kalung, permata, dan logam-logam mulia, dan aku mengambil semua miliknya, bersama dengan roti dan airnya, dan duduk di tempat yang telah aku siapkan untuk diriku sendiri di sisi gua di mana aku boleh tidur, dan makan hanya sebahagian kecil dari makanan itu, asal cukup untuk mempertahankan hidupku, kerana khuatir makanan itu akan habis dengan cepat dan aku akan mati kelaparan dan kehausan.

    Aku tinggal di dalam gua selama beberapa waktu, dan setiap kali mereka menguburkan mayat seseorang, aku membunuh pasangannya yang masih hidup dan mengambil makanan dan airnya untuk menyambung hidupku sendiri hingga suatu hari aku bangun dari tidur dan mendengar sesuatu seolah-olah gerakan yang sedang membongkar sisi gua tersebut.

Aku berkata pada diriku sendiri, "apa itu?" Lalu aku bangkit dan dengan tulang kering di tanganku, aku berjalan menuju suara bising itu dan mendapati bahawa itu seekor binatang buas yang, ketika ia menyedari keberadaanku, menjauh dan lari dariku. Aku mengikuti ke hujung yang jauh dari gua itu dan melihat secercah sinar, seperti bintang, yang terkadang muncul, terkadang lenyap.

    Ketika aku melihatnya, aku berjalan mendekatinya, dan semakin dekat aku padanya, semakin besar dan semakin terang sinar itu jadinya sampai aku yakin itu adalah sebuah mulut gua yang menuntun ke udara terbuka. Aku berkata pada diriku sendiri, "pasti ada penjelasan untuk ini. Entah itu mulut gua kedua, seperti tempat mereka menurunkan aku, atau sesuatu celah bebatuan."

    Aku berdiri berfikir-fikir sebentar; lalu aku berjalan menuju cahaya itu dan mendapati bahawa itu adalah sebuah lubang di sisi gunung yang dibuat oleh binatang buas tersebut melalui mana mereka memasuki gua dan makan mayat-mayat itu hingga mereka kenyang dan keluar seperti ketika mereka masuk.

    Waktu aku melihat lubang, aku merasa terbebas dari rasa takut dan kekhuatiranku, yakin akan hidup, setelah berada di ambang kematian, dan sangat bahagia seakan-akan aku sedang bermimpi. Lalu aku berusaha sampai berhasil memanjat keluar dari lubang itu, mendapati diriku di sisi gunung besar yang berada di depan laut dan menjadi penghalang antara laut, di satu sisi, dan di pulau serta kota itu, di sisi yang lain, sehingga tak seorangpun dapat mencapai bahagian itu dari kota.

    Aku memuji dan bersyukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa, merasa amat sangat bahagia dan menemukan kembali keberanianku. Lalu aku kembali melalui lubang itu ke dalam gua dan membawa keluar semua makanan dan air yang telah kusimpan.

    Lalu aku mengganti pakaianku, mengenakan sebahagian dari pakaian orang yang sudah mati, dan mengumpulkan banyak sekali kalung mutiara dan batu-batu mulia, hiasan emas dan perak yang dibungkus permata, dan benda-benda berharga lain yang kutemukan pada mayat-mayat itu dan dengan menggunakan pakaian orang yang telah mati tersebut aku membungkus perhiasan itu dalam beberapa bungkus, membawanya keluar melalui lubang sisi gunung dan berdiri di pantai.

    Setiap hari aku pergi ke dalam gua dan menjelajahinya, dan setiap kali mereka mengubur orang hidup-hidup, aku membunuhnya, entah dia lelaki atau wanita, mengambil makanan dan airnya, keluar dari gua, dan duduk di pantai menunggu pertolongan dari Tuhan yang Maha Kuasa, melalui sebuah kapal yang lewat.

   Untuk beberapa lama, aku terus mengumpulkan seluruh perhiasan yang dapat kutemukan, mengikatnya dalam bungkusan-bungkusan dari pakaian orang yang mati, dan membawanya keluar dari gua.

    Suatu hari, ketika aku sedang menunggu di pantai, memikirkan tentang keadaanku, aku melihat sebuah kapal melintas di tengah laut yang gemuruh dan bergelombang. Aku mengambil sehelai baju putih yang telah kuambil dari salah satu mayat, mengikatnya pada sebuah tongkat, dan berjalan sepanjang pantai, memberi tanda-tanda dengan baju itu pada orang-orang di atas kapal, hingga, ketika kebetulan menatap ke arahku, mereka melihatku dan berpaling ke arahku, dan ketika mereka mendengar teriakanku, mereka mengirimkan sebuah perahu dengan sekelompok orang.

Ketika mereka telah dekat denganku, mereka berkata:
"Siapakah kau, dan mengapa kau duduk di tempat ini, dan bagaimana engkau boleh sampai di gunung ini, kerana sepanjang hidup kami belum pernah menemukan orang yang berhasil sampai ke sini?"

Aku berkata, "aku seorang pedagang, yang kapalnya tenggelam, dan aku menyelamatkan diriku dengan sebatang papan kayu, dengan beberapa barang milikku." Mereka membawaku bersama mereka naik perahu, membawa semua yang telah kuambil dari gua, yang terbungkus dengan pakaian dan kain kafan mayat itu, naik ke kapal, dan membawaku dengan seluruh harta milikku menemui nakhoda.

Nakhoda berkata padaku, "kawan, bagaimana engkau boleh mencapai gunung besar ini, yang menghalangi pantai dan kota di belakangnya, sebab aku telah melayari laut ini dan melewati gunung ini sepanjang hidupku, tapi aku tidak pernah melihat siapapun di sini, kecuali burung-burung dan binatang buas?"

Aku menjawab, "aku seorang pedagang di kapal besar yang tenggelam, dan aku terlempar ke laut dengan seluruh barang daganganku, yang terdiri atas bahan-bahan dan pakaian yang kau lihat. Tapi aku menempatkannya di atas sebuah papan kayu dari kapal, dan takdir dan nasib baik menolongku, dan aku mendarat di gunung ini, di mana aku menanti-nanti seseorang yang lewat dan membawaku bersamanya."

Tapi tidak menceritakan pada mereka tentang apa yang telah terjadi padaku di kota itu atau di dalam gua, sebab aku khuatir mungkin ada salah seorang dari kota itu yang naik kapal ini. Lalu aku mengeluarkan sejumlah besar hartaku dan menyerahkannya kepada nakhoda, sambil berkata:
"Tuan, engkaulah yang menyebabkan aku tertolong dari gunung ini. Ambillah hadiah ini sebagai tanda terima kasih atas apa yang telah engkau lakukan." Tapi dia menolak hadiahku, sambil berkata:

"Kami tidak menerima apapun dari siapa saja, dan jika kami melihat seorang dari kapal yang tenggelam berada di pantai atau sebuah pulau, kami membawanya serta, memberinya makan dan memberinya minum, dan jika dia tidak berpakaian, kami memberinya pakaian, dan jika kami mencapai sebuah pelabuhan yang aman, kami memperlakukannya dengan baik dan murah hati dan memberinya hadiah, demi Tuhan yang Maha Kuasa."

    Ketika aku mendengarkan kata-katanya, aku mengucapkan doa-doa, memohonkan umur panjang untuknya.

   Kami belayar dari laut ke laut dan dari pulau-ke pulau, sementara aku bersyukur kerana telah ditolong dan diselamatkan, tapi setiap kali aku ingat ketika bersama-sama dengan isteriku yang telah meninggal di dalam gua, aku hampir kehilangan akal. Akhirnya, dengan bantuan Tuhan yang Maha Kuasa, kami tiba dengan selamat di Basrah, di mana aku tinggal selama beberapa hari, lalu meneruskan perjalanan ke Baghdad.

   Di sana, aku menuju kampungku, memasuki rumahku, dan bertemu dengan saudara-saudara dan kawan-kawanku, menanyakan tentang keadaan mereka, dan meraka ikut bergembira dan menyalamiku kerana aku telah kembali dengan selamat. Lalu aku menyimpan semua bawaanku di dalam stor penyimpananku, memberi sedekah dan pakaian kepada para janda dan anak-anak yatim, dan membahagikan hadiah-hadiah.

    Aku merasa sangat senang dan gembira dan kembali pada kebiasaan lamaku bertemu kawan-kawan dan sahabat dan tenggelam dalam kesenangan. Jadi, inilah kejadian yang paling luar biasa dari pelayaranku yang keempat.

    Makanlah bersamaku sekarang, saudara-saudara, dan kembalilah esok, seperti biasa, dan aku akan menceritakan kepada kalian apa yang terjadi padaku dalam pelayaranku yang kelima, sebab pelayaran itu lebih luar biasa dan lebih menakjubkan daripada yang sebelumnya.

--------------------------------------------------------------------------------





Dipetik Dari Buku: 4004 Malam - Kisah Simbad dalam Pelayaran (Siri 4)
Pengarang: Abu Hikmah Al Husni

1 ulasan:

  1. Salam.

    Cahaya-Bagaimanakah rupa kebesarannya? Jom kita menghayatinya bersama! ^_^

    BalasPadam

Saudara2ku yang dihormati dan semua yang mengunjungi blog ini, terimakasih saya ucapkan kerana telah sudi meluangkan masa di sini, semoga kehadiran kalian berakhir dengan manafaat. Walau bagaimanapun, saya tetap insan yang lemah, segala kesilapan saya silalah ditegur, dikritik dan dinasihati ..

Ikutiku di Twitter

Related Posts with Thumbnails